Kamis, 12 Juni 2014


Keseimbangan Ekspor-Impor Tekan Defisit Transaksi Berjalan

Neraca transaksi berjalan yang selama ini menjadi salah satu pemicu gejolak ekonomi, Pemerintah diharapkan bisa mengatasinya dengan bauran-bauran kebijakan pemerintah yakni seperti menerapkan kebijakan ekspor dan impor yang seimbang. Rezkiana Nisaputra

Jakarta–Pemerintah diharapkan bisa mengeluarkan kebijakan terkait dengan perdagangan internasional yang berorientasi pada keseimbangan nilai ekspor dan impor. Hal tersebut dilakukan karena selama ini kegiatan impor lebih besar bila dibandingkan dengan kegiatan ekspor.

Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI), Umar Juoro mengatakan, dengan adanya kebijakan tersebut, yakni untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan yang selama ini menjadi pemicu pelemahan berbagai indukator perekonomian domestik.

“Pemenuhan kebutuhan domestik seharusnya bisa sejalan dengan ekspor. Jadi, kebijakan impor dan ekspor harus seimbang,” ujar Umar, belum lama ini di Jakarta.

Guna menjaga stabilitas neraca perdagangan, lanjutnya, pemerintah harus mulai menerapkan kebijakan ekspor dan impor yang seimbang. Sehingga, apabila ada kenaikan angka pertumbuhan ekonomi, hal tersebut tidak meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan.

“Sekarang ini, tidak ada kebijakan yang berupaya menyeimbangkan nilai ekspor dan impor. Yang terjadi itu malah pemberlakuan kebijakan yang semakin memperbesar impor kita,” tukasnya.

Umar menuturkan, pelemahan Rupiah yang terjadi belakangan ini karena besarnya defisit transaksi berjalan yang disebabkan oleh tingginya impor minyak. “Pelemahan Rupiah saat ini lantaran current account deficit. Ini karena demand terhadap dolar AS kita tinggi,” papar Umar.

Menurutnya, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada pertengahan 2013 lalu, merupakan langkah yang baik. Akan tetapi dalam kenyataannya, impor minyak masih tinggi dan permintaan tidak berkurang. “Ini harus ada ketegasan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan menekan impor. Atau, lebih baik seluruh mobil pribadi pakai BBM nonsubsidi,” ucapnya.

Kebijakan fiskal yang selama ini diberlakukan pemerintah dinilai tidak akan mampu meredam defisit transaksi berjalan secara signifikan. Sementara itu, kebijakan moneter yang berupaya menstimulasi kebijakan fiskal juga tidak mungkin untuk mengerem laju defisit transaksi berjalan lebih dalam lagi.

“Kita tidak ingin BI Rate naik lagi. Jangan sampai permasalahan sektor riil diatasi dengan kebijakan moneter. Kenaikan BI Rate itu konsekuensi dari apa yang dilakukan di sektor riil,” tutup Umar. (*)


Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan defisit neraca transaksi berjalan akan menurun pada triwulan I-2014, karena kemungkinan adanya perlambatan dari sektor impor.

"PPh impor kita baru efektif pada Januari, mudah-mudahan itu bisa membantu memperkuat tekanan dari impor barang konsumsi," ujarnya di Jakarta, Jumat.

Bambang menjelaskan sektor ekspor juga memberikan kontribusi dalam neraca transaksi berjalan pada triwulan I, karena nilai rupiah yang sempat mengalami pelemahan terhadap dolar AS dapat membantu kinerja ekspor produk manufaktur.

"Mudah-mudahan dengan nilai rupiah yang terdepresiasi itu bisa membantu, terutama produk-produk manufaktur kita volumenya bisa lebih tinggi. Jadi, saya masih melihat peluangnya pada kisaran yang bagus," katanya.

Bambang memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I-2014, tidak terlalu jauh dari angka defisit transaksi berjalan pada triwulan IV-2013 yang tercatat sebesar 1,98 persen terhadap PDB atau empat miliar dolar AS.

"Sekarang bagus di bawah dua (persen). Kalaupun ada penurunan mudah-mudahan tidak terlalu jauh dari dua persen," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan sepanjang 2014 akan berada pada kisaran 2 persen-2,5 persen terhadap PDB, meskipun neraca transaksi berjalan selalu mengalami fluktuasi per triwulannya.

"Siklus current account deficit itu biasanya triwulan satu menurun defisitnya, kemudian meningkat di triwulan dua, dan nanti di triwulan tiga dan empat akan kembali menurun. Polanya selalu begitu," ujarnya.

Bank Indonesia (BI) mengumumkan defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal IV-2013 sebesar empat miliar dolar AS atau 1,98 persen terhadap PDB, lebih kecil dari perkiraan BI sebelumnya tiga persen terhadap PDB.

BI mencatat perbaikan signifikan pada defisit transaksi berjalan tersebut lebih besar dipengaruhi oleh neraca perdagangan di sektor nonmigas dan kondisi itu telah sejalan dengan arah kebijakan BI.